Di antara kekhususan Al-Qur’an ialah bahwa ia merupakan kitab yang mudah untuk di hafalkan, diingat dan difahami. Firman allah,
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
“Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?”
Yang demikian itu terjadi karena didalam di ddalam lafaz-lafaz dan kalimat serta ayat-ayatnya terkandung harmoni, kenikmatan dan kemudahan, yang membuat nya mudah dihafalkan bagi orang yang ingin menghafalnya, ingin memasukannya ke dalam dada dan menjadikan hatinya sebagai wadah bagi Al-Qur’an.
Karena itu kita mendapatkan ribuan dan jutaan orang Muslim yang hafal Al-Qur’an, yang biasanya justru sudah hapal semenjak kecil sebelum masa baligh.Keadaan seperti ini tidak pernah didapatkan terhadap satu kitab pun, baik kitab yang disucikan atau yang tidak disucikan, yang dihafalkan sekian banyak orang. Jika engkau mencari yang berkait dengan kitab suci yang diakui orang-orang Nasrani, maka engkau tidak mendapatkan seorang pun yang menghapal keseluruhannya, separoh atau bahkan seperempatnya saja, termasuk pula orang-orang yang mempercayainya, termasuk pula para uskup, pastor, cardinal, pendeta dan para pemimpin agama mereka.
Bahkan banyak orang-orang di luar Arab yang bener-benar hapal Al-Qur’an, baik di india, Pakistan, Afghanistan, Benggala, Turki, Senegal dan negara-negara lainnya di Asia dan Afrika, padahal mereka tidak memahami Basa Arab. Mereka diuji di lomba hapalan Al- Qur’an di Qatar. Salah seorang perserta ada yang benar-benar hafal dengan alunan suaranya yang merdu bak kaset yang sedang diputar, tak satu huruf pun yang tertinggal, apalagi satu kata. Bahkan kami sendiri sempat bertanya kepada perserta itu, ‘’Siapa namamu?’’ Dengan menggunakan basa Arab. Dia hanya diam saja, tidak menjawab, karena ternyata dia tidak paham Basa Arab.
Ini semua merupakan perwujudan dari firman Allah,
‘’Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.’’ (Al-Hijr: 9).
Allah sendiri yang menjamin pemiliharaan Al-Qur’an ini dengan ungkapan yang tegas dan tandas. Di antara sarana pemilaharaannya, senantiasa ada orang yang menghapalnya, generasi demi generasi.
Kami sendiri hafal Al-Qur’an secara keseluruhannya menjalang umur sepuluh tahun tepat. Sebenarnya memungkinkan bagi kami untuk menghapalnya sebelum umur itu. Kami juga pernah mendapat seorang bocah baru berusia sembilan tahun di Bangladesh yang sudah hapal Al-Qur’an, dan kami sendiri sempat mengetes hapalanya, dan hapalannya hampir mendekati sempurna. Di Mesir kami mendapatkan seorang bocah berusia tujuh tahun yang sudah hapal Al-Qur’an, yang kami ketahui lewat lomba hapalan Al-Qur’an. Salah seorang dari mereka pergi ke Qatar dan mendapat kehormatan bertemu dengan Menteri Pendidikan, lalu berada di sana hingga beberapa tahun. Bahkan di desa tak jauh dari desa kami juga ada seorang anak kecil yang sudah hapal Al-Qur’an, namanya Sijjin Al-Kum.
Sementara ada sebagian pendidikan zaman sekarang yang mengkeritik hapalan Al-Qur’an pada masa kanak-kanak, karena menganggap hal itu hanya sekadar hapalan tampa disertai pemahaman. Tidak seharusnya manusia hanya menghapal sesuatu yang tidak dipahaminya.
Tapi kaidah ini tidak berlaku untuk Al-Qur’an. Tidak ada salahnya anak kecil menghapal Al-Qur’an, kemudian dia memahaminya jika sudah besar. Sebab hapalan waktu kecil seperti ukiran di atas batu, Seperti yang di katakan orang bijak zaman dahulu. Jika ada yang berkata, ‘’Orang dewasa libih luas pikirannya’’, maka dapat dijawab, ‘’tapi dia sudah sibuk dengan berbagai masalah dan urusan. ‘’Kami juga menghapalnya semanjak kecil, Lalu Allah memberikan manfaat kepada kami setelah dewasa.
Seiring dengan kekhususan Al-Qur’an yang sudah di hapal dan jelas, ia juga mudah di pahami anak kecil maupun orang dewasa dan masing-masing mengambil darinya menurut kadar kemampuannya. Kami masih ingat saat membaca kisah-kisah Al-Qur’an dan nasihat-nasihatnya, ternyata kami bisa mengambil pelajaran secara umum yang terkandung di dalamnya, meskipun ada satu dua kata atau hukum-hukumnya yang tidak kami pahami waktu itu. Suatu saat kami pernah memperdengarkan hapalan di hadapan seorang ahli fiqih, Syaikh Hamid Rahimahullah, tepatnya surah Ash-Saffat, yang di dalamnya terdapat kisah beberapa rasul, di anteranya Luth dan kaumnya yang kemudian dibinasakan Allah dengan siksaan-Nya. Kami pun menghapalnya,
‘’Sesungguhnya Luth benar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika Kami selamatkan dia dan kelurganya (para pengikutnya) semua, kecuali seorang perempuan tua (isterinya yang berada) bersama-sama orang yang tinggal. Kemudian Kami binasakan orang-orang lain. Dan sesungguhnya kalian ( hai penunduk Makkah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi, dan di waktu malam hari. Maka apakah kalian tidak memikirkan?’’ (Ash-shaffat:133-138).
Ayat kedua dari yang terakhir (137) tidak kami hentikan tepat pada ayatnya (di waktu pagi), tapi kami lanjutkan (di watu malam hari), baru berhenti. Lalu kami lanjutkan (Maka apakah kalian tidak memikirkan?) Maka Syaikh Hamid berkata, ‘’Rupanya Allah membukakan pemahaman kepadamu. ‘’Jadi dia tahu bahwa aku sudah mengerti makannya dan tidak sekadar berhenti pada tanda ayat.
Bahkan di antara rekan kami dari kalangan Nasrani ada yang ingin sekali menghapal Al-Qur’an atau sebagian darinya, dan dia juga memerintahkan anak-anaknya untuk menghapalkannya sejak kecil, seperti yang di ceritakan Dr, Nazhmy Lukas, seorang sastrawan Qibthy Mesir dalam buku karangannya yang cukup terkenal, Muhammad, Ar-Risalah War-Rasul. Ayahnya mengirimnya ke salah seorang ulama Muslimin di kota Swiss, yang orangnya sudah tua dan buta, tapi sangat mendalami Al-Qura’an. Ulama ini berpesan agar anak-anaknya disuruh menghapalkan AL-Qur’an, dan dia benar-benar melaksanakan pesan itu.
Seorang pemimpin politik dari kalangan Qibthy yang cukup ternama, Mukrim Ubaid juga hapal mayoritas Al-Qur’an, sehingga dia pintar menukil isinya dalam setiap pidato yang disampaikannya atau ketika dia sedang menulis artikel. Kalimat-kalimat Al-Qur’an membuat perkataannya enak didengar dan memberinya kekuatan tersendiri.
Yang membantu hapalan Al-Qur’an di waktu kecil ialah kelurusan pengucapan lisan, ketepatan huruf-huruf, makhrajnya yang benar, dan tidak mengalami seperti yang dialami para pelajar umum, yang tidak mantap dalam pengucapan huruf jim umpamanya, tidak mengeluarkan lidah ketika mengucapkan huruf tsa,’ dzal, zha’ dan lain-lainnya, tidak mengizhharkan huruf-huruf izhhar seperti kha,’ shad, dhad,’’ qhain dan qaf. Yang semisal dengan ini ialah kapan huruf ra’ harus di baca nyaring dan bergetar, dan kapan harus di samarkan, begitu pula lafaz jalalah (Allah), kapan di tebalkan dan kapan diringankan. Hal-hal seperti inilah yang selalu kami biasakan, sehingga lidah kami menjadi luwes semajak kecil karena hapalan Al-Qur’an dan tajwidnya, sehingga kami pun terbiasa dengannya.
Sumber: Al-Hikmah.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar