Hr senin, 30 Mei 2011, sebuah sms masuk hari itu jam 04. 05 WIB. Sebelum subuh, stlh q sholat lail.
Astaghfirullah hal adhim! Aku terhenyak, serasa sekujur tubuhq tak lagi memiliki tulang dan urat saraf.
Mbah dok(nenek) ku sedang dalam keadaan naza’ (sakarotul maut).
Bapak menelponku, aku sudah tdk bs berkutik. Aku luruh, menangis. Hiks... hiks...
Segera ku kemasi barang. Aku ingin sampe rumah secepatnya.
Bersama temanq, jam 07.30 WIB q keluar dari kost menuju stasiun poncol dengan jadwal kereta jam 08.50 WIB.
Sampai di stasiun, q kirim sms ke bapak, tanya kepastian kabar tentang mbah dok.
Seketika sms datang. DEGGGG!!!!!
Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un......
Tak kuasa q menahan tangis, aq luruh, aq menangis kembali. Hiks... hiks....
Nenek yang sungguh amat jarang ku temui, ku telepon, ku sapa, ku peluk, ku cium, lantaran aq jauh di sini, di semarang, sibuk oleh hantu-hantu rutinitas yang tak terhindarkan yang hanya ku jumpai 4 bulan sekali. Itupun hanya untuk 2-3 hari saja!
Sepanjang jalan, wajahmu “mbah dok”, terus hidup di pelupuk mataku, di hatiku.
Senyum kecilmu, kata-katamu yang selalu pelan, juga sentuhanmu untuk sekedar menanyakan “Kamu sudah makan nduk?” atau “kok sudah mau balik lagi ke semarang to nduk, padahal baru kemarin kamu datang, ati2 yo nduk.... do’akan dok selalu sehat.....”.
Pukul 1 siang q tiba dirumah,
Aku langsung merangsek masuk, q temui ibukq. Disambut aq dengan pelukannya. Diberitahuku Bahwa Jenazah ‘dok’ sudah dimakamkan.
Aq hanya bisa menangis dalam pelukan ibukq,
Q hanya dapat membayangkan wajah nenek yang beku, bibir yang mengatup rapat, rambut yang putih dan terjajar rapi, kerutan-kerutan tua di pipi dan dahi beliau serta kelopak mata yang menyimpan misteri samudra kehidupan manusia.
Entah berapa lama aq tersedu di bahu ibukq,
Semua bayangan tentangmu ‘dok’ hadir silih berganti di ufuk jiwa ku.
Dan semua itu tak akan pernah bisa kunikmati lagi, lantaran yang ku jumpai hanyalah tingal kenangan-kenanganmu saja.
Mbah dok telah tiada, mungkin sudah hampir mau sebulan Tapi senyumnya selalu hidup di hatiku. Senyum yang mengiriskan cambuk mahaperih dihatiku, bahwa aku sungguh telah kehilangannya secara sejati untuk selama-lamanya.
Q hanya bisa berbisik lewat hatiku untuk ‘dok’ tercinta.
Ya ayyuhan nafsul mutmainnah......,
Irji’i ila rabbiki raadhiyatan mardhiyyah.....
Fadhkuli fi ‘ibaadi.....
Wadhkhuli jannati....
Mbah dok(nenek) ku sedang dalam keadaan naza’ (sakarotul maut).
Bapak menelponku, aku sudah tdk bs berkutik. Aku luruh, menangis. Hiks... hiks...
Segera ku kemasi barang. Aku ingin sampe rumah secepatnya.
Bersama temanq, jam 07.30 WIB q keluar dari kost menuju stasiun poncol dengan jadwal kereta jam 08.50 WIB.
Sampai di stasiun, q kirim sms ke bapak, tanya kepastian kabar tentang mbah dok.
Seketika sms datang. DEGGGG!!!!!
Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un......
Tak kuasa q menahan tangis, aq luruh, aq menangis kembali. Hiks... hiks....
Nenek yang sungguh amat jarang ku temui, ku telepon, ku sapa, ku peluk, ku cium, lantaran aq jauh di sini, di semarang, sibuk oleh hantu-hantu rutinitas yang tak terhindarkan yang hanya ku jumpai 4 bulan sekali. Itupun hanya untuk 2-3 hari saja!
Sepanjang jalan, wajahmu “mbah dok”, terus hidup di pelupuk mataku, di hatiku.
Senyum kecilmu, kata-katamu yang selalu pelan, juga sentuhanmu untuk sekedar menanyakan “Kamu sudah makan nduk?” atau “kok sudah mau balik lagi ke semarang to nduk, padahal baru kemarin kamu datang, ati2 yo nduk.... do’akan dok selalu sehat.....”.
Pukul 1 siang q tiba dirumah,
Aku langsung merangsek masuk, q temui ibukq. Disambut aq dengan pelukannya. Diberitahuku Bahwa Jenazah ‘dok’ sudah dimakamkan.
Aq hanya bisa menangis dalam pelukan ibukq,
Q hanya dapat membayangkan wajah nenek yang beku, bibir yang mengatup rapat, rambut yang putih dan terjajar rapi, kerutan-kerutan tua di pipi dan dahi beliau serta kelopak mata yang menyimpan misteri samudra kehidupan manusia.
Entah berapa lama aq tersedu di bahu ibukq,
Semua bayangan tentangmu ‘dok’ hadir silih berganti di ufuk jiwa ku.
Dan semua itu tak akan pernah bisa kunikmati lagi, lantaran yang ku jumpai hanyalah tingal kenangan-kenanganmu saja.
Mbah dok telah tiada, mungkin sudah hampir mau sebulan Tapi senyumnya selalu hidup di hatiku. Senyum yang mengiriskan cambuk mahaperih dihatiku, bahwa aku sungguh telah kehilangannya secara sejati untuk selama-lamanya.
Q hanya bisa berbisik lewat hatiku untuk ‘dok’ tercinta.
Ya ayyuhan nafsul mutmainnah......,
Irji’i ila rabbiki raadhiyatan mardhiyyah.....
Fadhkuli fi ‘ibaadi.....
Wadhkhuli jannati....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar