Sabtu, 16 Februari 2013

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


a.       Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.[1] Menurut Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Hilgard dan Bower dalam bukunya yang berjudul Theories of Learning yang dikutip oleh Abu Ahmadi, memberikan definisi belajar sebagai berikut:

“Learning is the process by which an activity originates or is changed through training procedures (whether is the laboratory or in the natural environment) as distinguished for changes by factors not atribute to training”[2]
Pada definisi di atas dijelaskan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).
Al-Ghazali menjelaskan bahwa belajar merupakan proses terjadinya eksplorasi pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan-perubahan perilaku. Dalam proses ini, anak didik akan mengalami proses mengetahui. Belajar membawa sesuatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat dan penyesuaian diri. Seseorang yang belajar tidak hanya sekedar menambah pengetahuannya, akan tetapi dapat pula menerapkannya secara fungsional dalam kehidupan.[3]
Gagne juga menjelaskan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi seperti sebelumnya.[4] Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi di dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar.[5] Belajar juga merupakan suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas lagi dari itu, yakni mengalami.[6]
Ada beberapa definisi lain tentang belajar menurut para pakar pendidikan, antara lain sebagai berikut:[7]
Cronbach memberikan definisi: Learning is shown by a change in behavior as result of experience.
(Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari pengalaman)
Harold Spears memberikan batasan: Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction.
(Belajar adalah serangkaian kegiatan misalnya dengan mengamati, memebaca, meniru, mendengarkan dan mengikuti petunjuk)
Geoch mengatakan: Learning is a change in performance as a result of practice.
(Belajar merupakan perubahan penampilan yang terjadi sebagai akibat dari praktek)
Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.[8] Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Untuk melengkapi pengertian mengenai makna belajar, perlu kiranya dikemukakan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan belajar. Dalam hal ini ada beberapa prinsip yang penting untuk diketahui, antara lain:[9]
1)      Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya.
2)      Belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri para siswa
3)      Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan motivasi, terutama motivasi dari dalam/dasar kebutuhan/kesadaran atau intrinsic motivation, lain halnya belajar dengan rasa takut atau dibarengi dengan rasa tertekan dan menderita.
4)      Dalam banyak hal, belajar merupakan proses percobaan (dengan kemungkinan berbuat keliru) dan conditioning atau pembiasaan.
5)      Kemampuan belajar seorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pelajaran.
6)      Belajar dapat melakukan tiga cara yaitu:
(a)    diajar secara langsung;
(b)   kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman langsung (seperti anak belajar bicara, sopan santun, dan lain-lain);
(c)    pengenalan dan peniruan.
7)      Belajar melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif mampu membina sikap, ketrampilan, cara berpikir kritis dan lain-lain, bila dibandingkan dengan belajar hafalan saja.

b.      Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut)  ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.[10]
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.[11] Proses pembelajaran merupakan kegiatan fundamental dalam proses pendidikan yang mana terjadinya proses belajar yang tidak terlepas dari proses mengajar.
Sedangkan menurut Kimble & Garmezy yang dikutip oleh H. Douglas Brown menjelaskan bahwa “Learning is relatively permanent change in a behavioral tendency and is the result of reinforced practice”[12]
Senada dengan pengertian yang diangkat oleh Kimble & Garmezy, Iskandar dalam bukunya “Psikologi Pendidikan” mengemukakan bahwa pembelajaran adalah kegiatan yang mengubah tingkah laku melalui latihan dan pengalaman sehingga menjadi lebih baik sebagai hasil dari penguatan yang dilandasi untuk mencapai tujuan.[13] berpendapat bahwa:
Dari definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran adalah kegiatan yang di dalamnya terdapat proses mengajar, membimbing, melatih, memberi contoh, dan atau mengatur serta memfasilitasi berbagai hal kepada peserta didik agar bisa belajar sehingga tercapai tujuan pendidikan. Pembelajaran juga diartikan sebagai usaha sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan.
Ibnu Khaldun, seorang tokoh sosiolog islam, menyatakan bahwa pembelajaran secara umum dibagi menjadi tiga tahapan, diantaranya:[14]
1.    Sabil Al- Ijtimal (Penyajian Global), yaitu keterangan-keterangan diberikan secara global berupa hal-hal pokok dengan memperhatikan potensi akal dan kesiapan subjek belajar. Informasi-informasi global ini setelah dikuasai subjek belajar menjadi bekal awal sebelum disampaikan pembahasan yang menyeluruh dan mendalam berkaitan dengan materi.
2.    As-Syarh wa Al-Bayan (Pengembangan). Dalam tahap ini, penyampaian materi disertai ulasan ragam pandangan (teori) yang berhubungan dengan pokok bahasan; materi pelajaran lebih dikonkretkan dengan berbagai contoh (termasuk peragaan) dan perbandingan. Intinya tahapan kedua ini merupakan tahapan memperkaya materi pembelajaran.
3.    Takhallus (Penyimpul-khasan). Tahap terakhir dari proses pembelajaran adalah materi pembelajaran diberikan secara lebih mendalam dan rinci dalam konteks yang menyeluruh sambil memperdalam aspek-aspeknya dan menajamkan pemahaman subjek belajar. Semua masalah yang dianggap penting dan sulit serta kabur pada tahap ini dituntaskan dengan tujuan agar pencapaian materi keilmuan, ketrampilan dan sikap subjek lebih sempurna.


[1] Slameto, Belajar&Faktor-faktor yang mempengaruhi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), Cet V, hlm. 02.

[2] Abu Ahmadi, Cara Belajar yang Mandiri dan Sukses, (Solo: CV. Aneka, 1993), hlm. 20.
[3] S. Nasution, Didaktik  Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Ed.2, Cet II, hlm. 35.

[4] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 84.

[5] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, hlm. 85

[6] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 27.

[7] Sardiman A. M, Interaksi&Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 20.
[8]Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 116.

[9] Sardiman A. M, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, hlm. 24-25.

[10] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005),  hlm.17.
                                
[11] Kemendiknas, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005&Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2011), Edisi 2009, hlm. 63.
[12]H. Douglas Brown,  Principles of Language Learning and Teaching, (San Francisco: Longman, 2000), hlm. 07.

[13]  Iskandar, Psikologi Pendidikan, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2009), hlm. 180-181.
[14] Saepul Anwar, Konsep Pendidikan Ibnu Khadun(Refleksi Pemikiran Seorang Sosiolog Muslim Abad 14 M tentang Pendidikan, dalam http://www.pendidikmuslim/ diakses 30 Pebruari 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar